Rabu, 01 Mei 2013

FEATURE



NAMA            : SUKRIAN
NIM                : 153111088

Panorama Keindahan Pantai Pink
Tujuan perjalanan saya dan teman-teman kali ini adalah menyusuri pantai di sepanjang jalur timur ke selatan Lombok. Kali ini saya sebagai warga lotim membawa teman kampus yang sudah lama sekali merencanakan perjalanan ke pantai pink.
Usai sarapan dengan menu makanan yang sederhana, kami pun melajukan sepeda motor. Perjalanan yang sempat terhenti akibat ban bocor sempat mencemaskan. Perjalan akan jauh dan jalan yang dilalui akan lama, berpasir, berdebu dan berbatu. Tapi karena semangat, kami pasrahkan semuanya pada tukang tambal ban dan bensin eceran yang mudah-mudahan banyak kami temui di jalan nanti.
Karena perjalanan masih jauh. Kami pun berangkat, menyusuri jalan yang terlihat baru diaspal dan membentang di sampaing pantai-pantai Lombok Timur menuju Lombok bagian selatan. Hampir putus asa, sebab beberapa pantai yang kami temui sepanjang jalan itu belum satu pun yang merujuk ke Pantai Pink.
Bahkan saya sebagai penduduk Lombok Timur pun belum pernah berkunjung ke Pantai Pink. Dari beberapa info, patokan pantai ini adalah dekat Pantai Surga, Pantai Cemara dan Tanjung Ringgit. Beberapa nama pantai itu memang cukup familiar dan saya tahu jalurnya.
Tapi karena Pantai Pink masih menjadi tujuan baru, tak banyak info yang bisa didapatkan. Bahkan di papan penunjuk jalan yang menuju pantai lainnya. Pantai Pink tidak ikut disertakan. Menurut penduduk yang kami jumpai di jalan, Pantai Pink bernama asli Pantai Tangsi. Namun karena pasir pantainya yang berwarna pink, maka tenarlah ia disebut sebagai Pantai Pink.
Sepanjang jalan kami juga melihat perkebunan yang mengeluarkan aroma tembakau khas Lombok. Juga beberapa pantai di kawasan yang dijadikan sebagai tempat pembuatan garam. Di sana kita bisa melihat tembakau menghijau, atau jemuran tembakau-tembakau kering yang sudah menguning di pinggir jalan. Angin masih meniupkan aroma bacin dan asin laut."Masih jauh, terus saja ikuti jalan," begitulah rata-rata jawaban yang diberikan kepada penduduk setempat ketika kami bertanya. Hampir frustasi, kami berbelok ke kiri dari jalan di Pasar Kruak setelah pasar ikan di dermaga Labuhan Tanjung Luar yang sempat kami kunjungi.Tiba di Kecamatan Jerowaru, kami dihadapkan pada jalan batu, pasir dan debu. Inilah jalan panjang menuju Pantai Pink seperti yang diterangkan warga yang kami jumpai di sepanjang jalan. "Silakan menyeberang sini," ucap beberapa penduduk yang kami tanyai di jalan.
Jalan yang jelek tak jadi hambatan, kami laju terus, meski sesekali takut tergelincir dan ban pecah. Sebab tak mungkin ada penolong di daerah itu. Mata juga tak pernah luput dari hajaran pasir dan debu yang diterbangkan oleh mobil dan motor, atau kendaraan melintas di depan kami.
Setelah setengah jam perjalan, kami memasuki jalan yang sekelilingnya ditumbuhi pohon sejenis akasia. Pohon yang berderet rindang, rapi, seolah menjadi pengawal penunjuk arah.
Beberapa teman terlihat mulai putus asa dan bosan. Tapi, saya percaya ketika sampai di pantai, rasa lelah kami akan terobati. Maka kami akhirnya menemukan plang kecil Pantai Pink. Kami harus menuruni jalan terjal berdebu untuk sampai pantai itu. Dengan sepeda motor matik dan bebek, kami paksakan juga turun. Sekitar dua ratus meter di balik kepulan debu itulah Pantai Pink terbentang.
Dengan kaki dan motor berdebu, kami akhirnya menginjak Pantai Pink. Pantai yang kami buru sejak hampir dua jam yang lalu. Memang sepi, setidaknya hanya dua mobil dan hanya beberapa motor yang parkir di sana. Hanya ada satu warung kecil dengan persedian makanan seadanya, seperti soft drink, air mineral dan tentu saja popmie.
Karena datang agak siang, pasir pantainya tidak terlihat terlalu pink. Konon kalau datang pagi atau sore, terpaan sinar matahari yang agak jingga akan membuat warna pink terlihat mencolok di pantai itu. Tapi memang betul, pantai ini berwarna pink.
Berbeda dengan kebanyakan pantai di Lombok atau Indonesia. Koral-Koral berwarna pink yang terhempas ombak melebur dan bersatu bersama pasir. Jumlahnya yang banyak membuat campuran pantainya jadi terlihat pink. Rasa lelah kami selama di jalan kini terobati.
Langit yang cerah membuat suasana menjadi terasa segar dan damai. Di bibir pantai terlihat beberapa perahu kecil yang bersandar. Karena laut tenang dan nyaris tidak berombak, tebing-tebing dan gili-gili kecil di kejauhan seolah memangil-manggil.
Hasrat berkeliling pantai dengan naik perahu sudah tak bisa ditunda lagi. Kami pun memutuskan untuk menyewa perahu. Dengan bahasa daerah Sasak sebagai modal menawar, mencari belas kasih turis lokal, saya coba berkomunikasi dengan nelayan.
Ya, kami berenam, semantara perahu kecil ini biasanya hanya mengangkut empat orang dan tak lebih. Takut terbalik, begitu kata seorang nelayan. Dengan modal nekat dan alasan perjalanan jauh, maka saya berhasil membuat kesepakatan. Rp 50.000 saja untuk berkeliling sepuasnya.
Tak henti-hentinya kami merasa takjub dengan pemandangan laut dan pantai di sekitar Pantai Pink. Di balik karangnya, tersembunyi pantai-pantai yang nyaris tak terjamah. Tak ada warung dan kendaraan yang terparkir. Seolah semua panorama ini menjadi serpihan surga yang tercecer ketika Tuhan membuatnya.
Kami menuju Gili Tiga, gili yang tak berpenghuni. Tak ada manusia atau binatang seperti anjing dan kucing di sana. Hanya ada kami yang datang menempuh jarak dan berkali-kali bertanya menuju lokasi ini.
Pantai di Gili Tiga berpasir putih pink dengan campuran bebatuan-babatuan kecil berpermukaan halus. Permukaan pantainya nyaman diinjak dan tak membuat lecet kaki. Kami memasuki pulau, naik ke dataran yang agak tinggi di dekat gua kecil. Di salah satu spot kami berfoto dengan latar laut, pulau atau tebing yang bisa kami pilih semaunya.
Usai berkeliling di pulau kecil nan indah ini, kami kembali naik perahu dan berputar di sekitar pantai lainnya. Pantai-pantai yang saya lupa namanya. Sulit rasanya menghapal beberapa nama pantai asing tesebut.
Di tengah laut, kami merasa menyesal sebab tak membawa alat snorkeling, ingin rasanya menceburkan diri dan menikmati pemandangan bawah laut yang indah tersebut. Akan nyaman sekali rasanya kalau saya tinggal dua atau tiga hari, membawa alat snorkeling atau diving. Saya pasti akan menikmati surga bawah laut yang tak banyak dilihat orang. Daerah ini terpencil, jauh dari wisatawan yang biasa berkunjung ke tempat-tempat wisata populer.
Melewati laut yang dingin, tenang, serta jernih, kami bisa menyaksikan ikan-ikan saling berkejaran bergerombol. Karang laut dan beberapa binatang, seperti binatang laut yang ada di dasar laut juga bisa dilihat dengan jelas. Sembari menyaksikan juga tebing-tebing dengan air yang surut, beberapa bongkah batu besar di tengah laut atau pulau-pulau seluas 25 m2.
Usai itu, kami pun kembali ke Pantai Pink. Sejenak kami kembali menikmati pantai, mengusir dahaga dengan minuman. Kemudian dilanjutkan dengan berkemas dan bersiap pulang. Setelah bersiap untuk bergegas pulang kami pun berencana menuju rumah salah satu dari rekan kami rumahnya tidak begitu jauh dari pantai pink. Setelah beberapa jam akhirnya kami pun sampai di tempat salah satu rekan kami selang beberapa menit kemudian kami di suguhkan dengan makanan khas orang pesisir yaitu ikan dan beberapa jenis ikan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar